Beberapa tahun yang lalu, saya pernah posting tentang metode pengembangan perangkat multimedia di sini dan ternyata antusiasme pembaca dapat saya simpulkan tinggi dengan banyaknya komentar dan pertanyaan yang dilontarkan; bahkan sampai tahun ini pun, masih banyak yang bertanya.
Untuk melengkapi metode yang sudah saya postingkan itu, maka pada tulisan ini akan saya bahas mengenai metode pengembangan perangkat lunak multimedia versi Godfrey.
Godfrey (1995) memberikan metode yang merupakan turunan dari metode pengembangan perangkat lunak klasik yang dikenal dengan Waterfall. Godfrey (1995) menyebut metodenya dengan Multimedia Development Life Cycle (MDLC) sedangkan metode Waterfall disebut Godfrey (1995) dengan Systems Development Life Cycle (SDLC). Metode Godfrey terlihat pada gambar di bawah ini.
Dari gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa kedua metodologi (SDLC dan MDLC) hanya menggunakan istilah yang berbeda, tetapi sebenarnya melakukan hal yang dapat dikatakan sama. Marilah kita melihat apa yang dikerjakan tiap tahapannya:
1. Problem Definition
Problem definition harus menjadi tahap pertama dari setiap siklus desain. Ada empat persoalan dasar tentang problem definition, yaitu:
- mengidentifikasi klien/sponsor/target audien
- memunculkan kebutuhan/keinginan mereka
- mengidentifikasi ruang lingkup proyek
- memahami keterbatasan sumber daya yang ada
Problem definition dapat dicapai dan disimpulkan ketika seseorang memahami target pengguna, teknologi, dan wilayah permasalahan. Hal ini penting untuk pengembangan multimedia dan juga sistem yang lainnya, untuk mengenali kekuatan dan kelemahan pengembang serta mencari bantuan dari orang-orang yang lebih berpengalaman di bidang yang tidak dikuasai.
Akan muncul kebutuhan untuk mengidentifikasi keahlian dalam waktu pengembangan dan membangun tim dengan keahlian-keahlian yang diperlukan. Hal ini disebabkan tidak mungkin menemukan satu orang dengan semua keahlian yang dibutuhkan.
2. Genre and Character
Dalam studi kelayakan tradisional, analis menggunakan model mental dari sistem yang diusulkan, dibantu dengan sketsa awal dan perhitungan, serta mencoba membayangkan model tersebut bekerja. Analis menguji kelayakan dari tiga perspektif, yaitu kelayakan teknis, kelayakan ekonomis dan kelayakan organisasi. Dalam menilai kelayakan teknis, ada pertanyaan mengenai apakah sistem dapat dibangun secara nyata. Dalam kelayakan ekonomis diperkirakan kemungkinan biaya produksi, dan dalam kelayakan organisasi ada pertanyaan apakah model tersebut akan bekerja ketika diberikan ke organisasi pengguna maupun klien yang dituju.
Sebagai contoh, jika diinginkan untuk menghasilkan sistem multimedia interaktif untuk teknik fact finding selama analisa sistem komputer, maka genre detektif adalah pilihan yang cocok. Detektif klasik dengan jas panjang dan topi khasnya dapat melakukan wawancara dengan berbagai orang, mencatat, mencari klarifikasi dari ambiguitas, dan secara bertahap membangun gambaran dari fakta-fakta yang ditemukan. Mungkin dapat dicoba genre yang lain, tapi mungkin akhirnya dapat disimpulkan bahwa genre detektif membuat tugas lebih mudah dan layak untuk pendekatan secara teknis.
Pemilihan genre yang tidak biasa dapat meningkatkan ketertarikan dengan menggabungkan elemen khayalan dan elemen realistis.
Karakterisasi merupakan perpanjangan dari genre yang dipilih, dimana sudah ada karakter primer, karakter sekunder (dukungan, tentangan, katalis) yang bekerja dengan pola dasar dan stereotip dalam genre yang dipilih.
Dari contoh di atas dan diambil dari problem definition, dapat dihasilkan check list ciri-ciri karakter (karakter yang bersifat membantu, kompetitif, penghalang, ramah, menyendiri, kaku, penipu, maupun yang tidak jelas) dengan keinginan pengguna mengalami sendiri maka akan dicoba memasukkan sifat-sifat tersebut ke dalam karakter yang sudah dipilih. Hal ini mulai dilakukan dengan membangun kamus data/repositori seperti yang digunakan dalam Database Management atau menggunakan alat bantu CASE.
3. Location and Interface
Location di sini dapat dikatakan sebagai tata letak. Penciptaan location dan sub–location merupakan perwujudan dari desain top-down seperti juga dalam rancangan program dan juga untuk alasan ekonomis location dan sub–location akan sering digunakan kembali (re-use).
Pada fase ini perhatian terpusat pada sketsa setiap location dimana objek yang dapat bergerak maupun properti yang diam ditempatkan. Kemudian menambahkan hal-hal tersebut ke dalam kamus atau repositori yang ada. Sketsa location multimedia ditekankan bukan pada penggambaran yang akurat, tetapi pada penggambaran esensi dari beberapa aktivitas, di mana humor dan karakterisasi dapat digunakan untuk memfokuskan perhatian dan menstimulasi diskusi.
Bagian dari desain location adalah spesifikasi interaksi dari interface dan perintah-perintahnya seperti memeriksa, menggunakan, mengambil, memberi dan sebagainya. Alat bantu seperti pop-up windows dan icon, serta widget seperti menu, tombol, scrollbar, text field untuk masukan, alpha slider, berbagai slider yang lain dan sejenisnya dapat diadaptasi sebagai bagian dari user interface multimedia interaktif.
4. Plotting
Setelah menyusun location, maka saatnya untuk menghubungkannya dengan action dan event untuk menunjukkan berbagai jalan cerita, balasan, dan kendala dari interaktivitas. Diagram dataflow tradisional dan diagram alir dapat digunakan untuk tahap ini. Dalam menghubungkan location dan sub–location, dibutuhkan pemahaman tentang pemrograman modularitas, khususnya yang terkait dengan data.
Yourdan (dalam Godfrey, 1995) memberikan metode lain yang disebut dengan walkthrough. Teknik ini dapat digunakan untuk menetapkan sketsa location yang sudah ada ke role-playing individual, dan kemudian beranjak ke plotting untuk memeriksa bahwa tidak ada loop yang tidak diinginkan atau jalan buntu, serta tidak ada inkonsistensi dalam plot.
5. Scripting
Scripting adalah proses mendefinisikan semua dialog, aksi dan reaksi, location demi location, adegan demi adegan, untuk seluruh interaksi. Scripting sebenarnya merupakan coding suatu program, dengan bahasa baru dan aturan yang berbeda. Godfrey (1995) menyebut scripting sebagai proses pencampuran seni dan ilmu/sains.
Agar dialog mudah dipahami, maka digambarkan dengan aliran pohon percakapan yang mirip dengan pohon keputusan. Dibutuhkan penulis profesional untuk mencapai target audiens yang diinginkan karena akan menghasilkan dialog multimedia yang bagus.
6. Production and Testing
Tahapan 1 sampai 5 di atas merupakan tahapan analisa dan desain. Pada tahapan ini merupakan implementasi dari tahapan desain yang sudah dilalui.
Jika desain telah dilakukan dengan baik, produksi hanyalah sebuah proses yang membiarkan setiap kelompok keahlian, yaitu pembuat film, seniman grafis, animator dan programmer, mengerjakan tugas-tugasnya dengan caranya sendiri-sendiri. Oleh karena itu, penggunaan desain yang jelek akan melipatgandakan masalah besar selama produksi dan akan kembali ke tahap desain sebelumnya untuk memperbaikinya.
Untuk pengujian (testing) dibutuhkan orang dengan kemampuan dan pengalaman dalam hal prototyping, pengujian unit dan integrasi sistem. Produk multimedia biasanya menggunakan CD-ROM/DVD-ROM untuk pendistribusiannya. Memproduksi suatu aplikasi di CD-ROM/DVD-ROM merupakan proses yang tidak dapat diulang, artinya sekali CD-ROM/DVD-ROM dibuat, ketika ada kesalahan kecil saja maka CD-ROM/DVD-ROM tersebut harus dibuang, tidak dapat digunakan lagi. Oleh karena itu dibutuhkan pengujian (testing) yang mendetil sebelum produk tersebut jadi secara sempurna.
Referensi:
Godfrey, R., 1995, New Wine in Old Bottle: Multimedia Design Methodology, ASCILITE ’95, Melbourne, Australia.
Tinggalkan Balasan